BREAKING NEWS
PT. TERAS MEDIA SEJAHTERA (terasbalinews.com). AHU-0012026.AH.01.01.TAHUN 2023.
Aku Lapor Pajak

KPA Bali Minta Masyarakat Rubah Stigma dan Diskriminasi ODHA

banner 120x600

(foto – Ist) KPA Provinsi Bali saat menggelar Lokakarya Jurnalis Peduli AIDS 2019
DENPASAR – Gerakan menanggulangi penyakit HIV/AIDS mulai gencar dilakukan. Salah satunya upaya menghentikan agar kasus HIV yang ada tidak berubah ke fase AIDS dengan memberikan pengobatan ARV (antiretroviral). Dengan upaya itu diharapkan tahun 2020 Bali dan nasional zero kasus infeksi baru.
Selain upaya menekan kasus baru, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali juga berupaya mengedukasi masyarakat Bali untuk  merubah stigma dan diskriminasi pada penderita HIV/AIDS. Tidak dipungkiri jika stigma dan diskriminasi terhadap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) masih kerap terjadi.
Sejak pertama kali ditemukan Kasus HIV/AIDS di Bali pada Maret 1987 yang pertama ditemukan pada orang Belanda yang tinggal di sebuah villa di Candidasa, Karangasem yang menginap bersama teman prianya asal Ujungpandang.
“Saat pria Belanda ini ditemukan, badannya kurus kering. Ia mengalami sakit tidak sembuh-sembuh. Akhirnya didiagnosa oleh Prof. Tuti Parwati dikatakan mengidap AIDS,” ujar drh. Made Suprapta, Ketua Harian Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali, Senin (29/7/2019) saat menggelar Lokakarya Jurnalis Peduli AIDS 2019.
Disebutkan yang namanya Penyakit AIDS merupakan hal baru bagi masyarakat Bali pada kala itu. Penyakit ini terkesan mengerikan karena sangat infeksius dan mematikan. Sehingga terjadi kehebohan di RSUP Sanglah saat itu.
“Segala alat dan perlengkapan yang pernah digunakan orang Belanda itu dibakar,” ungkapnya.
Sejak penemuan kasus pertama itu lantas ditemukan lagi tiga kasus HIV/AIDS tahun 1987. Kasus HIV/AIDS meledak sejak tahun 2001, terjadi peningkatan kasus yang cukup signifikan. Kini hingga Maret 2019, kasus HIV/AIDS yang ditemukan sebanyak 20.997 kasus. Dari 20.997 kasus, 8.319 kasus sudah berada pada fase AIDS dan 12.678 kasus berada pada fase HIV.
“Ini sinyal upaya yang kita lakukan cukup berhasil, tapi lebih bagusnya, kasus HIV tidak bertambah,” tandasnya.
Dari 20.997 kasus, penemuan kasus terbanyak ada di Denpasar yaitu 7.844 kasus, kedua Badung sebanyak 3.474 kasus dan ketiga Buleleng sebanyak 3.080 kasus. Penemuan kasus paling kecil ada di Klungkung dengan jumlah kasus 435.
Faktor risiko yang mempermudah proses penularan HIV/AIDS adalah heteroseksual (berganti-ganti pasangan), homoseksual, IDU (penggunaan jarum suntik secara bergantian), perinatal (penularan dari ibu ke bayi), tatto, biseksual. Penularan terbanyak yaitu melalui hubungan seksual baik heteroseksual maupun homoseksual yaitu 98 persen.
“Kalau 10 tahun lalu, penularan tertinggi lewat jarum suntik, kedua lewat hubungan seksual. Kalau sekarang penularan tertinggi melalui hubungan seksual, sedangkan penularan lewat jarum suntik sudah menurun jauh yaitu 0,7 persen,” ungkapnya.
Dari sisi kemungkinan tertular menurutnya jauh lebih tinggi risiko tertular lewat jarum suntik dibandingkan hubungan seksual, karena bersentuhan langsung dengan darah. Sedangkan penularan dari ibu ke anak presentasenya 80 persen. Namun kini penularan dari ibu ke anak dapat ditekan seminimal mungkin bahkan hanya 3 persen dengan program PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission of HIV).
Sehingga ada program yang dikenal dengan triple zero yang dilakukan KPA yaitu zero infeksi baru, zero perubahan status dari HIV jangan sampai menjadi AIDS dan zero risiko dampak HIV/AIDS secara regional, Bali dan nasional.
Direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Bali Komang Sutrisna, SH. menyampaikan, HIV/AIDS di kalangan remaja juga cukup mengkhawatirkan. Karena pengidap tertinggi HIV/AIDS berada pada usia produktif yaitu usia 20-59 tahun. Ini berarti usia saat terinfeksi yaitu usia 10 tahun (anak-anak dan remaja) ke atas, mengingat masa inkubasi virus HIV adalah 5 -10 tahun.
Maka dari itu ia menyasar sekolah-sekolah untuk mengedukasi remaja. Saat ini ia sedang membentuk sekolah percontohan dalam upaya menekan penularan kasus HIV/AIDS. Terdiri dari 2 SMP swasta yaitu SLUB Saraswati dan SMP Wisata Sanur dan tiga SMP negeri yaitu SMPN 3 Denpasar, SMPN 4 Denpasar dan SMPN 6 Denpasar. Kelima sekolah tersebut diberikan modul Setara (Semangat Dunia Remaja Kisara).(wie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *