BREAKING NEWS
PT. TERAS MEDIA SEJAHTERA (terasbalinews.com). AHU-0012026.AH.01.01.TAHUN 2023.
Aku Lapor Pajak

Togar Situmorang – Jaga Taksu Bali, Jangan Direvisi Aturan Ketinggian Bangunan

Foto - Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P. (Ist)
banner 120x600

DENPASAR – Pro kontra revisi aturan ketinggian bangunan dalam revisi Perda Nomor 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali masih terus bergulir. Bahkan sejumlah kepala daerah seperti Bupati Badung tegas menolak perubahan aturan ketinggian bangunan yang saat ini maksimal setinggi pohon kelapa atau setara 15 meter.
Advokat kawakan dan pemerhati kebijakan publik, Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., yang juga caleg DPRD Bali dapil Denpasar nomor urut 7 dari partai Golkar juga ikut angkat suara. Ia juga tegas menolak perubahan ketinggian bangunan ini.

“Aturan ketinggian bangunan maksimal setinggi pohon kelapa atau setara 15 meter ini harga mati untuk menjaga taksu Bali. Jangan diutak-atik dan direvisi lagi,” tegas Togar Situmorang, Minggu (3/2/2019).

Advokat nyentrik yang dijuluki “panglima hukum”ini menegaskan harus melihat kajian jangka panjang mengenai ketinggian bangunan di Bali. Bukan melihat kondisi Bali dalam jangka pendek.
“Kita jangan melakukan pengingkaran terhadap warisan kearifan lokal dan kita tetap harus berkomitmen pada bhisama Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) yang saat ini ketinggian bangunan maksimal hanya 15 meter atau sama dengan pohon kelapa,” kata Togar Situmorang yang juga Ketua Umum POSSI (Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia) Kota Denpasar itu.
Sanksi Pelanggaran Tata Ruang Harus Tegas

Jika tata ruang tidak disesuaikan, maka caleg milenial yang dikenal dengan komitmen “Siap Melayani Bukan Dilayani dan Anti Korupsi Anti Intoleransi” itu khawatir perkembangan yang begitu cepat justru sulit mengawal kelestarian Bali.

“Tata ruang tidak boleh menyusahkan masyarakat, tetapi kelestarian Bali juga harus tetap terjaga,” tegas caleg yang juga Ketua Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI) Provinsi Bali itu.
Namun menurut Togar, agar kehadiran Perda RTRW ini juga berguna bagi negara mungkin instansi pemerintah misalnya, aturan ini bisa memberikan dispensasi untuk kebutuhan darurat negara apabila dibutuhkan oleh negara dalam keadaan darurat.

Selain itu, pengaturan terkait sanksi terhadap pelanggaran tata ruang nantinya, tegas Togar yang kini tengah menyelesaikan disertasi doktor pada program S-3 Ilmu Hukum Universitas Udayana itu, juga harus disesuaikan, harus diatur tegas. Sebab selama ini sanksi diatur dalam Perda RTRW, tetapi eksekutor di lapangan justru gamang, antara provinsi atau kabupaten/ kota.

“Ke depan tidak boleh lagi seperti itu. Pemerintah provinsi hanya koordinator, eksekutornya ya pemerintah kabupaten/ kota,” tutup advokat dermawan dan banyak memberikan bantuan hukum gratis bagi masyarakat kurang mampu dan tertindas dalam penegakan hukum itu. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *