BULELENG (terasbalinews.com). Ratusan ribu babi mati dalam enam tahun terakhir akibat penyakit yang disebut Demam Babi Afrika atau African swine fever (ASF). Hal itu menyebabkan kerugian besar bagi para peternak di beberapa wilayah terutama di Bali. Wakil Ketua DPRD Bali Ida Gede Komang Kresna Budi, S.AP.mensinyalir akibat ASF peternak babi di Bali mengalamai kerugian sebesar Rp 2 trilun lebih.
Menurut Kresna Budi, data dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, jika di akumulasi sejak tahun 2019 sebanyak 266 ribu babi tewas akibat ASF. Namun ia mengestimasi data itu jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan mengingat banyak peternak lebih memilih tidak melaporkan kematian ternak babinya.
“Saya mengestimasi angkanya jauh lebih tinggi, karena dari jutaan populasi, sekitar 500 ribu ekor babi mati sejak tahun 2019. Jika ditotal kerugian peternak mencapai Rp 2 triliun lebih, “ ujar Kresna Budi usai memantau pengiriman babi via Pelabuhan Celukan Bawang menuju Kalimantan Barat, Kamis (8/5/2025) malam.
Ia menyatakan, babi dan ternak lainnya sangat rentan terhadap serangan penyakit terutama yang bersumber dari virus semacam ASF. Dan peternak babi sangat takut dengan virus ASF tersebut. Karena itu ia berharap semua pihak harus lebih berhati-hati dalam mengelola system dan mata rantainya terutama saat melakukan pengiriman ternak ke luar daerah.
“Hasil kajian menyebut pengiriman ternak melalui pelabuhan laut atau port to port jauh lebih aman terutama untuk pencegahan dan penyebaran ASF. Dan salah satu penyebab penyebaran ASF terbanyak diketahui melalui alat angkut,”ucapnya.
Alat angkut tersebut, kata Kresna Budi, berlalu lalang melintasi daerah yang bisa saja ditempat itu terjangkit ASF. Sehingga kemungkinan penyebaran virus tersebut sangat besar melalui media alat angkut.
“Minggu ini kita dikejutkan dengan berita ada masalah babi diangkut melalui darat dimana mendapat resistensi dari masyarakat, siram babi gunakan air sawah. Mungkin tuhan memberikan kita warning ada pengiriman babi melalui darat bermasalah akibat kurangnya sensitifitas dan tidak berpikir soal resiko,”imbuhnya.
Menurut politisi Partai Golkar ini, kerugian peternak babi akibat terserang ASF tidak mendapakan ganti rugi dan perhatian dari pemerintah, itu murni kerugian peternak. Ia pun menyebut tiga pekan lalu mendatangi Kementrian Pertanian RI yang justru peternak babi Bali mendapat apresiasi.
“Peternak babi Bali yang paling cepat bangkit atau recovery setelah serangan ASF. Namun kami berharap agar jangan ada aturan yang membelit dan menyulitkan peternak. Seperti ada Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) terhadap sapi diberikan gratis oleh pemerintah, tapi peternak babi mandiri seperti di anak tirikan karena tidak pernah mendapat anggaran, ada rasa keadilan lah,” ungkpnya.
Karena itu, katanya, untuk mengurangi faktor resiko, DPRD Bali akan memberikan rekomendasi kepada Gubernur Bali agar pengiriman ternak dari Bali dilakukan melalui jalur pelabuhan atau port to port.
“Bayangkan dari Pelabuhan Gilimanuk ke Jawa terus ke Kalimantan, ini kan seperti membawa jalan-jalan virus. Kenapa kok tidak dipangkas melalui pelabuhan ke palabuhan tujuan, dan cara ini relatif paling aman,”ujarnya.
Sedang terkait pengiriman babi via Pelabuhan Celukan Bawang ke Kalimantan Barat, menurut Kresna Budi, merupakan kerjasama pihak swasta dengan pemerintah yang memfasilitasi pengadaan kapal angkut.
“Ya banyak kapal yang bersedia mengangkut babi. Selain pemerintah ada peran swasta yang bersinergi, saling mendukung dengan data yang jelas. Dan Kalimantan Barat kalau tidak ada pengiriman babi dari Bali, inflasinya sangat tinggi,” tandas Kresna Budi. Khan