DENPASAR (terasbalinews.com). Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) membeberkan jumlah kasus kekerasan seksual sepanjang Januari sampai Agustus 2024 di lembaga pendidikan.
Berdasarkan catatan FSGI, terdapat delapan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan.
“Terhitung Januari sampai Agustus 2024, ada delapan kasus, setiap bulan setidaknya ada satu kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan,” kata Sekjen FSGI, Heru Purnomo, dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/8/2024).
Heru menyebut, anak laki-laki lebih rentan menjadi korban kekerasan seksual di lembaga pendidikan.
Hal tersebut dibuktikan dengan data yang dihimpun FSGI. Sepanjang 2024, dari 101 korban 69 persen anak adalah laki-laki.
Sebanyak 72 persen pelaku kekerasan seksual adalah oknum guru laki-laki dan 28 persen murid laki-laki.
“Dari delapan kasus, 62,5 persen atau 5 kasus terjadi di lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama (Kemenag) dan tiga kasus terjadi di satuan pendidikan berasrama.
“Sedangkan 37,5 persen kasus terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kemenag,” jelasnya.
Heru merinci, 62,5 persen kasus terjadi di jenjang pendidikan SMP/MTs/Pondok pesantren (ponpes) dan 37,5 persen kekerasan seksual terjadi di jenjang pendidikan SD/MI.
“Dari 8 kasus KS yang semua dalam proses hukum, ada 11 pelaku dengan korban mencapai 101 anak di bawah umur,” sambung Heru yang juga Managing Partner Firma Advokasi Kepsek Indonesia (FAKI).
Lebih lanjut, Heru menerangkan, delapan kasus yang terjadi tersebar di enam provinsi yakni DIY, Sumatera Selatan, Gorontalo, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Jawa Barat.
“FSGI mendorong Kemenag bertindak tegas terhadap satuan pendidikan di bawah kewenangannya sesuai peraturan perundangan. Jangan berhenti di situ saja, Kemenag harus segera mengevaluasi satuan pendidikan tersebut,” katanya.
Ia juga mendukung kepolisian untuk memproses kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak dan mengingatkan penggunaan UU Perlindungan Anak.
“Ketika pelaku adalah guru/pendidik/pengasuh, maka hukuman dapat diperberat 1/3 karena pendidik merupakan orang terdekat korban,” timpalnya. (nan)