DENPASAR – Polda Bali mengumpulkan pejabat pengelola informasi publik di pemerintah Provinsi Bali serta stakeholder terkait di Mapolda Bali. Pertemuan ini dilakukan untuk meningkatkan sinergitas pelayanan informasi publik sesuai dengan tuntutan jaman dan meningkatkan peran humas pemerintah dalam memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat.
“Pertemuan ini juga untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap berita-berita berkembang yang tidak jelas sumbernya atau berita bohong (hoaks), ujaran kebencian yang dapat membuat situasi Kamtibmas menjadi tidak kondusif dan dapat memecah belah persatuan dan kesatuan antar masyarakat dan antar umat beragama,” ucap Kasubbid PID Bidhumas Polda Bali, AKBP I Made Rustawan membacakan sambutan Kabid Humas di Gedung Rupatama Polda Bali, Rabu (19/6/2019).
Dikatakan, kemajuan teknologi membuat dunia menjadi tanpa batas. Pesatnya perkembangan media khususnya media sosial dan online dapat menyajikan informasi kepada masyarakat baik yang bersifat positif maupun negatif. Sedangkan disisi lain masyarakat dengan mudah mempercayai berita-berita yang terekspose tanpa mengecek kebenarannya.
“Mari kita sama-sama mengantisipasi situasi ini agar tetap kondusif tidak mudah terprovokasi oleh berita hoaks dan ikut serta memberikan edukasi kepada netizen dengan cara tidak ikut berkomentar yang aneh-aneh di media sosial, mencermati dan mengecek kebenaran informasi yang diterima dan jangan mudah terpancing dengan berita hoaks,” kata AKBP I Made Rustawan.
Perwira melati dua di pundak ini mengimbau para pejabat pengelola informasi publik agar menyebarkan hal-hal positif dan tidak menshare informasi yang mungkin dapat memicu perselisihan. Ia juga meminta agar jangan sampai berita hoaks menyebar dengan leluasa.
“Kita yang tahu kondisi sebenarnya justru diam (silent majority) sehingga akhirnya berita hoaks tersebut dianggap benar. Hal itulah yang disebut dengan fire hoose of false hood (semburan berita-berita bohong) yang dihembuskan oleh segelintir orang tidak bertanggung jawab yang harus kita lawan bersama. Janganlah kita jadi silent majority yang tidak ingin situasi kantibmas menjadi terganggu,” tegas Kasubbid PID.
Dalam kesempatan tersebut Ketua PWI Bali IGMB Dwikora Putra meluruskan tentang istilah berita hoaks agar ada pemahanam yang sama. Ia menilai ada kerancuan terkait penggunaan istilah berita hoaks yang sering disampaikan oleh banyak orang termasuk seorang narasumber.
“Sebetulnya tidak ada seperti itu, yang benar adalah informasi hoaks atau informasi bohong. Jadi bukan berita yang bohong. Kalau sudah berita, tidak bohong. berita itu adalah fakta realita yang disampaikan pers. Informasi, siapa saja bisa menyampaikan informasi. Di mana saja kita bisa mendapatkan informasi termasuk di media sosial. Kalau berita itu sudah pasti adanya di media massa atau media pers. Kalau pun nanti ada produk-prouduk jurnalistik di share di media sosial itu juga berita,” terang Ketua PWI.
Menurut Dwikora, penyebutan istilah berita hoaks ini sangat mengganggu di kalangan pers. Ia beranggapan bahwa seolah-olah pers lah yang menjadi biang kerok bagaimana hoax itu tersebar luas kemana-mana, padahal yang menyebarkan hoaks itu sendiri adalah bukan orang-orang pers.
“Mungkin ada satu dua, itu karena ada persoalan lain tetapi bukan lah suatu bentuk karya jurnalistik yang sengaja disebarkan kepada masyarakat,” jelasnya.
Terkait penyelesaian kasus pers, Dwikora yang juga Pemred Warta Bali, ini menegaskan bahwa keanggotaan dewan pers adalah media yang sudah terdaftar dan terverikasi di dewan pers. Tetapi dalam penyelesaian kasus-kasus pers atau karya jurnalistik, dewan pers tidak memandang apakah pers atau media masa itu terdaftar atau terverifikasi.
Sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang dimaksud dengan badan hukum pers adalah bentuk badan hukumnya adalah PT, yayasan dan koperasi. Bahkan Nanti akan ada revisi kembali bahwa satu-satunya badan hukum pers adalah PT. Jadi selain PT, dewan pers tidak akan bertanggungjawab.
Dwikora tidak menampik jika sekarang ini banyak lembaga pers yang masih berbadan hukum CV, sehingga tidak diakui oleh dewan pers. Dirinya mengungkapkan, penanganan kasus pers harus dilihat dari karya atau produk dipermasalahkan.
“Jadi patokan pertamanya adalah apakah dia berbadan hukum pers atau tidak, ini menunjuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Kedua, apakah produk yang dipersoalkan itu adalah produk pers atau tidak. Kalau itu bukan produk pers maka diserahkan ke ranah hukum yang lain atau KUHP. Tapi kalau itu produk pers maka wajib hukumnya diselesaikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 tentang Pers,” terangnya.
Kegiatan Badan Koordinasi Humas Pemprov Bali menghadirkan dua narasumber. Kompol I Wayan Wisnawa Adi Putra, S.I.K., M.Si, Kanit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Bali, membawakan materi “Cerdas Menggunakan Media Sosial, Waspada Berita Hoax”. Sedangkan dari Diskominfo Provinsi Bali, Drs. Ida Bagus Ketut Agung Ludra membawakan materi “Peran Humas Pemerintah dalam Memberikan Pelayanan Informasi sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2008”. (awd)