BREAKING NEWS
PT. TERAS MEDIA SEJAHTERA (terasbalinews.com). AHU-0012026.AH.01.01.TAHUN 2023.
Aku Lapor Pajak

Sudah Memaafkan, Korban Tetap Minta Terdakwa Dihukum

banner 120x600

Korban (kiri) bersama terdakwa saat diminta majelis hakim maju ke muka sidang.(zar)
DENPASAR – Terasbalinews.com | Sidang kasus dugaan pencemaran nama baik melalui Facebook dengan terdakwa Linda Paruntu Rempas, Selasa (8/9/2020) dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan oleh terdakwa.
Ahli yang hadir adalah seorang ahli bahasa dari Universitas Ganesha Singaraja Prof. Dr. I Nyoman Sudiana, Mpd.
Namun, keterangan ahli yang disampaikan di muka sidang pimpinan hakim I Wayan Sukradana itu membuat korban Simone Christine Polhutri sedikit heran.
Menurut korban, ahli malah terlihat tergopoh-gopoh dalam menjelaskan uraian kalimat tentang makna dan maksud dari postingan terdakwa terkait arti dari kalimat, “Mana orang kayak monyet dan mana yang kaya beneran”
Dikatakan korban, ahli dalam memberikan keterangan tidak menunjukkan definisi yang benar tentang kalimat kayak monyet yang artinya seperti monyet yang jelas sebabai penghinaan seperti yang di tag pada halaman akun Facebook miliknya.
“Saya disini menilai ahli berkata tidak jujur, ingat ahli tersebut diawal persidangan sudah di sumpah untuk mengatakan yang sebenar-benarnya,” ungkap korban yang ditemui usai sidang.
Yang menarik, kata korban, seharunya terdakwa yang didakwakan dengan UU no 19 Thn 2016 tentang ITE, tidak boleh lagi dengan bebas menggunakan gadget di media sosial, “Ini yang perlu diperhatikan sebab hal ini sangat membahayakan,” tambahnya.
Sementara dalam persidangan, hakim sempat bertanya kepada ahli terkait apakah Ahli sudah melihat seluruhnya posting screenshot antar kedua belah pihak?.
Untuk meyakinkan itu, para pihak pun dipanggil untuk menjelaskan kembali pada saksi seraya menerangkan bahwa makna dari suatu tulisan dengan ucapan verbal sesungguhnya sangatlah berbeda.
Terkait makna ‘kalimat Mana orang kayak monyet dan mana yang kaya beneran?’ Saksi menjawab bahwa hal tersebut adalah rasa keingintahuan terdakwa yang ingin meminta klarifikasi kepada korban.
Hakim, diakhir persidangan mengingatkan semua pengunjung bahwa kasus yang tengah terjadi ini merupakan suatu pelajaran penting dalam kehidupan sehari untuk tidak mengumbar emosi melalui ranah media sosial Facebook.
“Dalam kasus ini seperti orang sedang berbalas pantun, maka hendaknya dalam suatu permasalahan jangan diumbar di media sosial sehingga orang menjadi lepas kontrol,” kata hakim mengingatkan.
Terkait sesi saling bermaafan antar kedua belah pihak, korban mengatakan memang sudah memaafkan terdakwa.
Namun dirinya mengingatkan agar hal ini bukan berarti menghapuskan ancaman ataupun dijadikan alasan untuk memberi hukuman ringan kepada terdakwa.
Malahan korban meminta kepada hakim untuk memberi hukuman yang setimpal. “Kami harap hukuman nanti bisa membuat terdakwa menjadi jera dan tidak mengulangi perbuatannya,” pungkas korban.(zar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *