Rudy Agus P. Raharjo, Wakil Ketua Satgas PASTI sekaligus Kepala Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (foto/red)
BADUNG (terasbalinews.com). Di era serba digital, keamanan keuangan pribadi harus jadi prioritas. Jangan mudah tergiur tawaran manis yang terdengar terlalu bagus untuk jadi kenyataan. Tingkatkan literasi, waspada terhadap tawaran tak masuk akal, dan jangan pernah ragu untuk melapor.
Maraknya penipuan berkedok investasi dan pinjaman online ilegal (pinjol ilegal) kembali jadi sorotan serius. Lonjakan kasus ini disoroti langsung oleh Rudy Agus P. Raharjo, Wakil Ketua Satgas PASTI sekaligus Kepala Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam gelaran Journalist Class Angkatan ke-11 pada 26–27 Mei 2025 di Hotel Four Points by Sheraton, Kuta, Badung.
Di hadapan para jurnalis dan pelaku industri media, Rudy menegaskan bahwa literasi keuangan dan digital adalah pertahanan utama masyarakat menghadapi jebakan keuangan digital yang makin canggih dan agresif.
“Banyak korban bukan karena tidak punya akses informasi, tapi karena pemahaman finansial dan digital mereka masih rendah. Iming-iming kaya cepat dan bunga tinggi membuat mereka lengah,” ujar Rudy saat sesi diskusi tentang perlindungan konsumen sektor jasa keuangan.
Data terbaru dari Satgas PASTI mencatat bahwa jumlah pinjol ilegal telah menembus angka 10.000 entitas, sementara kasus investasi ilegal mencapai lebih dari 1.000 laporan.
Situasi ini mendorong Satgas PASTI untuk terus memperkuat patroli siber demi mendeteksi, menutup, dan memutus akses terhadap situs dan aplikasi keuangan ilegal yang terus bermunculan.
Satgas PASTI sendiri merupakan forum lintas kementerian dan lembaga yang beranggotakan 21 institusi, termasuk OJK, Bank Indonesia, Polri, Kejaksaan, Kominfo, dan lainnya. Misinya jelas, melindungi konsumen dan memberantas kejahatan keuangan digital lintas platform.
Rudy juga mengingatkan bahwa sebelum menerima tawaran produk atau layanan keuangan, masyarakat perlu memahami empat aspek penting, manfaat, risiko, biaya, serta hak dan kewajiban.
“Jangan hanya fokus pada sisi untung. Pelaku biasanya hanya menonjolkan sisi manis. Padahal di balik itu, ada risiko yang sengaja disembunyikan,” tegasnya.
Fenomena baru yang menambah rumitnya persoalan adalah praktik jual beli rekening dan nomor ponsel aktif. Masyarakat tergoda menjual akun mereka seharga ratusan ribu rupiah, tanpa menyadari risiko hukumnya.
“Kalau rekening yang Anda jual dipakai untuk menipu, semua rekening Anda bisa diblokir. Rugi renteng. Ini bukan cuma soal uang, tapi juga nama baik,” ungkap Rudy.
Ia juga mengingatkan bahwa lembaga keuangan kini aktif memantau pola transaksi mencurigakan sebagai sinyal potensi penipuan. Misalnya, lonjakan dana masuk dalam waktu singkat dari banyak rekening bisa langsung memicu investigasi.
Guna memperluas jangkauan pengawasan, Satgas PASTI juga menggandeng raksasa teknologi seperti Meta (Facebook, Instagram, WhatsApp) dan Google. Ke depan, logo OJK dan Satgas PASTI akan tampil di berbagai platform digital untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan publik.
“Kami mendorong agar setiap laporan penipuan bisa langsung ditindak. Kecepatan adalah kunci. Banyak korban bahkan tidak sadar bahwa mereka sedang ditipu,” kata Rudy.
Salah satu contoh kasus penipuan yang disampaikan Rudy adalah seorang ibu rumah tangga yang tergiur hadiah mobil usai mentransfer Rp5 juta. Sayangnya, hadiah tinggal janji. Ia baru sadar setelah anaknya memberitahu bahwa itu hanyalah modus lama yang dibungkus ulang.
Rudy menekankan bahwa perlindungan konsumen tidak bisa berjalan tanpa partisipasi aktif masyarakat. Setiap informasi terkait penipuan digital harus dilaporkan agar bisa segera ditindak.
“Tanpa laporan, kami tidak bisa bergerak. Maka kalau merasa ditipu, segera laporkan ke OJK atau Satgas PASTI,” pungkasnya. (yak)