Catatan Agus Dei
Pulau Bali tetap sebagai tujuan wisata terkenal dunia karena keindahan alam serta keunikan budayanya. Keunikan dan karakteristik budaya Bali sangat menarik bagi wisatawan domestik maupun wisatawan asing. Hal ini membuat Pulau Dewata terus mengeksplorasi dan mengembangkan potensi budaya di tengah-tengah masyarakat dunia. Pengembangan dilakukan untuk mendukung wisata budaya sebagai program unggulan ekonomi lokal menuju kemandirian ekonomi Bali.
Dalam pengembangan wisata budaya, Bali juga kaya akan kerajinan tangan mulai dari ornamen, pernak-pernik, aksesoris, hingga fashion. Salah satu kerajinan tangan yang telah melambung namanya baik di Indonesia maupun mancanegara adalah kain tenun Endek Bali.
Nama “Endek” diambil dari kata gendekan atau ngendek yang maknanya diam atau tetap, tidak berubah warnanya. Endek telah dikenal sejak abad ke-16 dan terus berkembang hingga saat ini. Pada prinsipnya kain endek digunakan sebagai pakaian, simbol persaudaraan, dan juga cinderamata.
Dalam kehidupan sehari-hari kain endek memiliki berbagai fungsi. Kain endek digunakan sebagai pakaian sakral dalam kegiatan upacara besar dan sembahyang di pura. Selain itu endek juga digunakan untuk seragam sekolah dan kantor. Zaman semakin modern, kain endek pun mengikuti dinamikanya. Banyak inovasi yang dikembangkan antara lain tas, kipas, pernak-pernik dekorasi, dan masker.
Motif yang dipakai untuk membuat kain endek beragam, antara lain motif geometris, flora, fauna, figuratif, dan dekoratif. Motif geometris merupakan motif tertua yang digunakan sebagai simbol keyakinan masyarakat Bali. Motif geometris dilambangkan dengan garis lurus, garis putus, garis lengkung, dan berbagai bidang geometri. Motif flora mengadaptasi bentuk tumbuhan dan tampilannya cenderung rapat dan harmonis.
Sementara motif fauna mengadaptasi bentuk hewan baik darat, laut, maupun udara. Sedangkan motif figuratif biasanya mengadaptasi tokoh manusia atau pewayangan yang digambarkan lebih sederhana baik secara utuh maupun sebagian. Gabungan dari motif-motif yang telah ada sebelumnya dan disesuaikan dengan keyakinan masyarakat dinamakan motif dekoratif.
Dalam perbincangan penulis dengan Gubernur Bali 2018-2023, Pak Koster mengatakan, kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali merupakan warisan budaya kreatif masyarakat Bali yang wajib dilestarikan dan dilindungi, serta digunakan dan diberdayakan sebagai jati diri masyarakat Bali yang berkarakter dan berintegritas.
Hal ini menurutnya sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru. Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali perlu digunakan dan diberdayakan secara ekonomi agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali.
Telah banyak beredar di Bali, produk kain bermotif seperti endek yang bukan hasil kerajinan masyarakat Bali dan tidak berbasis budaya kreatif lokal Bali, sehingga mengancam keberadaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali.
Pemerintah daerah berpihak, berkomitmen, dan berperan aktif dalam melestarikan, melindungi, dan memberdayakan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali.
Untuk memperkuat keberadaan kain endek, saat menjabat Gubernur Bali, Wayan Koster, mengeluarkan Surat Edaran Nomor 04 Tahun 2021 tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/ Kain Tenun Tradisional Bali, untuk menghormati dan mengapresiasi Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali sebagai warisan budaya kreatif masyarakat Bali.
Bahkan Pak Koster turut memfasilitasi pencatatan Kain Tenun Endek Bali sebagai Kekayaan Intelektual Komunal Ekspresi Budaya Tradisional dengan Nomor Inventarisasi BT.12.2020.0000085 oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, tanggal 22 Desember 2020.
Selain juga memberlakukan penggunaan pakaian/busana berbahan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional produk lokal masyarakat Bali dalam berbagai aktivitas pada setiap hari Selasa, untuk seluruh pegawai Pemerintah, Swasta, dan masyarakat se-Bali.
Pak Koster bersama Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali 2018-2023, Putri Suastini Koster, ketika itu secara aktif mempromosikan dan memasarkan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali dalam berbagai kegiatan lokal, nasional, dan internasional, guna meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Bali.
Mereka turut memfasilitasi IKM/UMKM Bali mempromosikan dan memasarkan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali dalam Pameran Bali Bangkit sepanjang tahun, sejak 2021. Kebijakan ini mengangkat Pesona Endek Bali secara utuh dan menyeluruh sebagai penanda BALI ERA BARU.
Kebijakan mengangkat Pesona Endek Bali dalam waktu singkat telah terbukti nyata membangkitkan kecintaan masyarakat lokal, nasional, dan dunia terhadap Kain Tenun Endek Bali, beserta meningkatkan kegairahan desain mode, produksi, dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Berbagai terobosan dilakukan Pak Koster, ini sebagai jawaban dampak pandemi Covid-19 yang menjadi pelajaran penting bagi Bali, bahwa ketergantungan ekonomi pada satu sektor yaitu jasa pariwisata sangat berbahaya. Saat itu, Bali mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi sangat mendalam. Bahkan ketika provinsi lain mulai bangkit, Bali masih terpuruk.
Maka salah satu untuk memulihkan ekonomi Bali yang berdampak kepada masyarakat Bali, Pak Koster melakukan terobosan pengembangan ekonomi lokal menuju kemandirian ekonomi Bali, dimana Endek Bali salah satu roh ekonomi kerakyatan.
Mempertegas Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2021 tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali, sejak 23 Februari 2021 Pemerintah dan masyarakat Bali berkomitmen terhadap sumber daya lokal dengan berperan aktif untuk melestarikan, melindungi, dan memberdayakan kain tenun endek Bali/kain tenun tradisional Bali.
Pak Koster menambahkan, penggunaan pakaian/busana berbahan kain tenun endek Bali/kain tenun tradisional Bali, sekaligus merupakan apresiasi terhadap kerja sama Pemerintah Provinsi Bali dengan rumah mode Christian Dior di Paris yang menggunakan kain tenun Endek Bali sebagai busana, termasuk menggunakan motifnya untuk produk tas dan sepatu sejak tahun 2021.
Ketua Dekrasnada Provinsi Bali 2018-2023, Putri Suastini Koster mengatakan, sesungguhnya pesona Bali memang tidak ada habisnya. Selain destinasi wisata yang beragam, kebudayaan yang melekat pun membuat hati turis terpikat. Berbagai karya seni juga menjadi ciri khas Pulau Dewata, salah satunya adalah kain Endek. Menurutnya kain tenun seperti Endek dan songket merupakan salah satu unsur budaya warisan leluhur orang Bali secara turun-temurun.
Leluhur kita telah menjadikan seni menenun sebagai media penyalur pengetahuan dan budaya lintas generasi. Untuk itu, benda peninggalan leluhur seperti ini membutuhkan perlindungan dari semua pihak agar keberadaan tetap lestari.
Sebagai warisan leluhur, kain endek dan songket perlu terus dikembangkan, bahkan dilakukan inovasi dalam hal corak dan desain tampilannya, tanpa harus menghilangkan nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, kain tenun dan songket dalam perannya sebagai barang dagangan, mampu bersaing di pasaran bebas.
Karena itu sejak surat edaran Gubernur No.4 tahun 2021, sejumlah strategi dan upaya dilakukan untuk tetap menjaga nyala semangat pelaku Industri Kecil Menangah (IKM) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di tengah pandemi.
Dekranasda Bali melakukan hal-hal kecil yang ternyata membuahkan hasil cukup menggembirakan dan membuat pelaku IKM dan UMKM bisa kembali tersenyum. Salah satu gebrakan Dekranasda Bali yang cukup menyita perhatian adalah pameran IKM Bali Bangkit yang dilaksanakan secara estafet di Taman Budaya Provinsi Bali, Desember 2020 lalu.
Kendati tak banyak pengunjung yang hadir secara langsung, pameran mencatat omzet penjualan cukup tinggi karena pihaknya menggandeng platform digital lokal yaitu Balimall.id. Selain melalui pelaksanaan pameran, Dekranasda Bali juga gencar mengkampanyekan penggunaan produk lokal.
“Kami punya tagline cintai produk dalam negeri, gunakan produksi daerah sendiri,” ujar Putri Suastini Koster seraya menyatakan, tagline itu bukan bermaksud mengedepankan fanatisme kedaerahan yang sempit, namun semangatnya adalah bagaimana produk kerajinan khas daerah lebih dihargai dan dicintai masyarakat setempat.
Ia sangat bersyukur karena berbagai upaya yang dilakukannya mendapat dukungan penuh dari Pemprov Bali di bawah kepemimpinan Gubernur Bali periode 2018-2023, Wayan Koster yang mengeluarkan regulasi tentang penggunaan kain tenun endek/kain tenun tradisional Bali.
Putri Suastini Koster mengingatkan kembali, sesungguhnya aturan yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 4 Tahun 2021 tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali telah memberi angin segar bagi pelaku IKM/UMKM khususnya yang bergerak di bidang sandang.
Selain itu, Pak Koster juga mendukung penuh pelaksanaan pameran IKM Bali Bangkit yang telah berlangsung dalam beberapa tahap di Taman Budaya. Selain upaya yang dilakukan pemerintah daerah, dipilihnya kain endek Bali untuk bahan busana Christian Dior juga menjadi pemantik semangat pelaku IKM/UMKM di tengah kelesuan pasca pandemi Covid-19.
Ia menegaskan, saat menjadi Ketua Dekranasda Bali, dirinya terus membangun kesadaran kolektif masyarakat Bali dalam melestarikan warisan leluhur, dan mengembalikan kepada kemuliaannya.
Memang ia mengakui, tak semudah membalikkan telapak tangan. “Itulah yang ingin saya bangun. Ini sudah puluhan tahun. Saya apalah artinya. Saya tidak bisa mengembalikan seperti telapak tangan. Saya hanya ingin mengembalikan warisan tenun leluhur kepada kemuliaaanya. Inilah yang harus kita pertahankan dan lestarikan, kain-kain yang memang menjadi warisan leluhur,” tuturnya sembari menambahkan visi misi Dekranasda adalah lembaga yang andal dalam mendukung kemandirian ekonomi Indonesia.
“Ada 800 UMKM hingga saat ini masuk binaan Dekranasda Bali berlokasi di Art Center. Omset yang dicapai sekitar Rp 58 miliar lebih. Sampai pameran tahapan akhir yang keenam 2023, itu omsetnya bersih. Masuk langsung ke rekening para UMKM,” ucap perempuan yang akrab disapa Putri Koster.
Dalam pameran ini, lanjutnya, tidak mengajak para pedagang hanya berjualan saja, namun juga mengedukasi para perajin dan pedagang. Bukan hanya mencari cuan, tapi juga bagaimana menjaga warisan leluhur.
“Tugas Dekranasda bukan hanya pameran. Kami dewan kerajinan. Jadi saya melihat tugas-tugas Dewan Perwakilan Rakyat fungsi kontrol harus kuat. Fungsi kontrol situasi kondisi yang dilakukan para UMKM dan konsumen perjalanan satu arah. Menjaga kualitas kerajinan leluhur agar jangan diobrak-abrik,” paparnya.
Meski sukses Dekranasda Bali melahirkan 800 UMKM, Putri Koster mengakui, endek Bali yang beredar di pasaran hanya 13 persen yang ditenun di Bali. Sisanya jenis endek Bali dan songket diproduksi di luar Bali. Dijiplak motifnya, dibuat dengan teknik bordir karena songket asli Bali lebih mahal.
Sungguh ironi semakin marak pencuri motif songket dengan border. Hal ini, bakal mengancam penenun songket Bali. “Dan bagi saya, ini mengkhawatirkan suatu saat 100 tahun endek Bali tinggal kenangan berubah,” terangnya.
Ida Ayu Puspita Hartaty dari Pertenunan Putri Ayu Gianyar menyatakan pengarajin tetap berinovasi tanpa meninggalkan pakem-pakem tradisi. Kain tenun asli Bali memiliki tekstur yang khas, tidak memiliki produk tiruan dari luar. Baginya Surat Edaran Gubernur tentang pemakaian kain tenun endek Bali sangat membantu perkembangan IKM-IKM di Bali.
“Surat Edaran Gubernur Bali tentang pemakaian kain tenun endek Bali mampu memicu kreativitas pengrajin asli Bali.Untuk itu, kami berterima kasih kepada Pak Koster yang sudah menguatkan posisi pengrajin dalam usaha tenun asli Bali,” tutur pemilik pertenunan Ayu ini.
Diah Kartikasari dari Kerthi Loka Collection mengatakan pasca pandemi, UMKM-nya berusaha mengembangkan kreativitas para pengrajin kain tenun endek Bali. Dalam industri yang menyasar pasar lokal dan internasional ini aktif mengikutu sejumlah Pameran Bali Bangkit yang difasilitasi Dekranasda Bali dengan bekerja sama IKM-UMKM Bali yang lain.
Diah menilai, keberadaan Surat Edaran Gubernur itu memberikan semangat baru bagi para pengrajin, dalam meningkatkan produksi tenun endek Bali. Karena hasilnya akan kembali dijual di daerah sendiri dan terpenting adalah pengajin dapat memberikan kualitas terbaik.
“Hal ini seide dengan Ibu Putri Koster yang secara terus menerus mengingatkan masyarakat Bali hendaknya memakai kain endek asli Bali sebagai salah satu penguat perputaran ekonomi di Bali, juga di masa mendatang,” tutur Diah.
Bicara endek Bali, juga menjadi topik menarik saat Pak Koster di undang memberikan kuliah umum bertajuk GEN-Z penerus masa depan Bali di Universitas Bali Intenasional (UNBI), Selasa (18/6) lalu.
Mahasiswa tertarik dengan sejumlah penguatan produk lokal Bali salah satunya tenun endek Bali. Mitha, mahasiswi Prodi Manajemen Informasi Kesehatan mengakui, Pak Koster telah menorehkan satu kebijakan, yakni setiap hari Selasa menggunakan kain endek Bali bagi masyarakat Bali yang bekerja serta bagi yang sekolah-kuliah.
Menurutnya, apa yang dilakukan Pak Koster merupakan satu bagian penting untuk melestarikan tenun endek, kain tenun tradisional yang merupakan warisan budaya kreatif masyarakat Bali.
“Sebelum ada Surat Edaran Gubernur, kami generasi muda tidak ada yang mau pakai endek, kami anggap itu adalah pakaian untuk orang tua, tidak cocok dengan anak muda. Tetapi setelah tahu sejarahnya bahwa tenun endek itu adalah milik orang Bali, selayaknya generasi muda harus menjaga dan melestarikannya,” papar Mitha.
Untuk diketahui, kain endek merupakan budaya turun-temurun masyarakat Bali sejak masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong. Beliau merupakan pemimpin sebuah kerajaan bernama Gelgel yang memerintah pada 1480-1550. Kerajaan ini terletak di Gelgel, Klungkung, Bali, dilansir dari situs resmi Desa Kampung Gelgel.
Sementara itu, menurut situs Warisan Budaya Takbenda Indonesia Kemdikbud, kebudayaan tenun di Bali sudah dikenal sejak masa prasejarah. Adapun kebudayaan tenun endek ini diperkirakan muncul sejak abad ke-8 Masehi, sebagaimana yang tercatat pada kamus oleh Van Der Tuuk.
Kain endek Bali memiliki beragam motif khas dengan desain yang disadur dari benda-benda di sekitarnya. Penyatuan pola dari benang lungsi dan pakan menjadikannya sangat istimewa serta punya daya tarik tersendiri. Sebagai bentuk perlindungan dari produksi kain asli tenun endek, Gubernur Bali 2018-2023 juga menetapkan peraturan yang menyatakan bahwa Kain Tenun Endek Bali hanya boleh diproduksi secara tradisional oleh perajin lokal masyarakat Bali, dan tidak boleh lagi diproduksi oleh pihak lain di luar Bali.
Sejak dikeluarkannya Hak Kekayaan Intelektual Komunal Endek Bali, sudah menjadi harga mati bagi masyarakat Bali yang memiliki hak penuh guna pelestarian dan pengembangan endek.
Produksi kain endek yang sudah menjadi ciri khas Bali harus dikembalikan ke Bali, begitupun generasi muda Bali sebagai penerus masa depan, jangan hanya tinggal diam dan hidup dalam zona nyaman. Yang Punya bakat dan talenta menenun jadilah penenun, agar endek asli Bali tidak diambil oleh daerah lain sehingga merugikan Bali.
Selain itu, agar eksistensi kain ini tetap terjaga, maka sudah saatnya tanggung jawab bersama untuk melestarikan warisan turun temurun ini. Kalau bukan krama Bali, siapa lagi?.
Penulis merupakan seorang Akademisi/mantan wartawan.