DENPASAR (terasbalinews.com). PLN UID Bali, perusahaan induk distribusi tenaga listrik di Bali, tengah menggalakkan kemitraan dengan berbagai pihak, khususnya masyarakat, untuk beralih dari energi fosil ke energi terbarukan. Langkah ini bertujuan untuk mendukung target negara dalam mencapai karbon netral pada tahun 2060.
Putu Kariana, Manajer Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (MUP3) PLN UID Bali Selatan, menjelaskan bahwa perusahaan telah merancang rencana kemitraan. Melalui skema ini, PLN berupaya melibatkan masyarakat dalam mendukung transformasi penggunaan kendaraan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Dia menegaskan hal ini Rabu (15/11/2023) di Denpasar.
Kariana dan Manager Komunikasi PLN UID Bali, Made Arya, menyoroti bahwa meskipun sebagian besar listrik di Bali masih dihasilkan dari energi fosil, namun sudah ada upaya untuk menggunakan energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) seperti PLTS Sirata yang memanfaatkan area danau. Di Nusa Penida, terdapat PLTS terbesar dengan kapasitas 3,5 Megawatt, sementara di daratan Bali ada dua PLTS lainnya, yaitu PLTS Kubu dan Banglet Bangli, masing-masing dengan kapasitas 1 megawatt. Kariana menyebut bahwa PLN telah memiliki rencana bagaimana untuk mengurangi emisi karbon.
“Dalam roadmap PLN, terdapat komitmen untuk mencapai 25 persen energi terbarukan pada tahun 2023. Ini adalah semangat kami untuk bersama-sama menuju negara netral karbon pada tahun 2060,” tukasnya.
Kariana juga menyoroti dukungan pemerintah Bali terhadap energi terbarukan, yang terlihat dari semangat Gubernur Bali dalam Surat Edaran Nomor 45 tentang Bali Energi Bersih. Ini menekankan pentingnya pemanfaatan energi bersih bagi masyarakat dan sebagai bagian dari pembangunan Sat Kerthi Loka Bali.
PLN, menurut Kariana, telah mempersiapkan infrastruktur dan regulasi untuk mendukung percepatan program energi terbarukan ini. Dia menjelaskan peran penting PLN dalam menyediakan sarana untuk kendaraan listrik dan fasilitas pengisian. Terkait pengisian, PLN memiliki dua skema.
Skema pertama adalah dengan mitra menyediakan lahan dan fasilitas pengisian, sementara Platform disediakan oleh PLN. Skema kedua adalah PLN menyediakan Platform, sementara lahan disediakan oleh mitra pertama, dan mitra kedua berhak menentukan penyedia fasilitas pengisian ev charging. Namun, platform ini harus terintegrasi dengan PLN.
Kariana menjelaskan bahwa platform ini melibatkan sistem pengisian dan pemantauan, yang saat ini menggunakan teknologi chas In. Terkait hasil dari kemitraan ini, skema pertama akan memberikan 32 persen hasil kepada PLN dan sisanya kepada mitra yang memiliki lahan (sekitar 68 persen). Sedangkan pada skema kedua, PLN mendapatkan 32 persen, pemilik lahan 15 persen, dan sisanya dimiliki oleh pemilik ev icharging.
Meskipun demikian, Kariana mengakui ada kendala terutama terkait ketersediaan lahan di Bali yang harganya cukup tinggi. Untuk membangun pembangkit listrik berkapasitas 1 megawatt, dibutuhkan lahan seluas hektar. Hal ini menjadi tantangan dalam mencapai efektivitas dan efisiensi, di mana pembangkit energi terbarukan harus memperhitungkan biaya yang dikeluarkan.
“Walaupun harga lahan mahal, kami tetap berusaha agar listrik tetap terjangkau sesuai fungsinya,” ujarnya.
Meski demikian, PLN tidak menyerah dan terus melakukan sosialisasi serta kerjasama dengan berbagai pihak untuk mewujudkan program energi terbarukan ini. Di Bali, potensi pengembangan energi terbarukan cukup tinggi.
Namun, beberapa lokasi harus mempertimbangkan kondisi lingkungan sekitarnya. Saat ini, penggunaan energi terbarukan di Bali sudah cukup banyak digunakan oleh masyarakat, seperti penggunaan mobil dan motor listrik yang harganya sudah terjangkau. Yang perlu ditingkatkan saat ini adalah pemahaman masyarakat terhadap manfaat dari energi terbarukan.
“Kami telah melihat mobil dan motor listrik digunakan sehari-hari, bahkan oleh ibu-ibu untuk ke pasar. Harga kendaraan dengan energi terbarukan sudah terjangkau. Sekarang fokus kami adalah meningkatkan pemahaman masyarakat tentang manfaatnya,” tutup Kariana.
Sedangkan Made Arya ketika dikonfirmasi terkait peruntukan modal dan pengembalian modal untuk satu unit SPKLU dirinya belum bisa memastikan berapa nominalnya.
“Tentu kami harus menghitung ulang, dan disesuaikan dengan spek yang akan digunakan kelak,” pungkasnya. (yak)