Catatan Agus Dei
Lima tahun di bawah kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali, Wayan Koster dan Cok Oka Sukawati, Bali terus bergerak menata infrastrukturnya. Pembangunan Bali diselenggarakan dengan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru yang dijabarkan menjadi 22 Misi, dituangkan/dirangkum dalam 44 Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru.
Tentunya, keseimbangan dan keharmonisan pembangunan antarwilayah di Bali itu, tidak akan pernah terwujud tanpa infrastruktur darat yang terkoneksi dan terintegrasi. Satu di antaranya pembangunan Shortcut (jalan pintas) Mengwitani-Singaraja yang merupakan implementasi konsep keseimbangan dan keharmonisan pembangunan Bali yang selaras dengan nilai-nilai kearifan lokal.
Ketika bersama penulis dalam satu kesempatan diskusi terkait keberlanjutan pembangunan Shortcut setelah tidak lagi menjabat gubernur, Pak Koster yang sering saya sapa dengan panggilan akrabnya, menyatakan, sesungguhnya jalan Shortcut ini menjadi satu di antara pembangunan infrastruktur darat, laut, dan udara yang terkoneksi dan terintregrasi.
Pembangunan Shortcut merupakan implementasi nyata janji politik kepada masyarakat Buleleng pada saat dirinya kampanye pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali tahun 2018. Kata pak Koster, pembangunan ini guna mengurangi waktu tempuh, sekaligus meningkatkan kenyamanan pengendara.
Sejak dahulu, kondisi jalan Singaraja-Mengwitani terdiri atas banyak tikungan tajam dan tanjakan curam. Kondisi tersebut membuat pengguna jalan tidak nyaman dan sangat membahayakan. Upaya mengatasi masalah telah berkali-kali diwacanakan, bahkan dikampanyekan, namun tidak pernah terlaksana.
Pembangunan Shortcut Singaraja-Mengwitani terdiri dari 12 titik. Pembangunan Shortcut pada titik 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 dilaksanakan sejak tahun 2019, dan ditargetkan selesai tahun 2026. Anggaran pembebasan lahan bersumber dari Pemerintah Provinsi Bali dan pembangunan struktur bersumber dari Kementerian PUPR.
Pada wilayah titik 5-6 Shortcut Singaraja-Mengwitani dibangun Taman Patung Ki Barak Panji Sakti. Patung itu merupakan wujud penghormatan dan pemuliaan Raja Pertama Kerajaan Buleleng I Gusti Anglurah Panji Sakti atau Ki Barak Panji Sakti, tahun 1660.
Shortcut Singaraja-Mengwitani merupakan Penanda Bali Era Baru yang bersejarah, fundamental, dan monumental. Pembangunan tersebut terwujud atas komitmen kuat Gubernur Bali periode 2018-2024, Wayan Koster, yang mendapat dukungan Pemerintah serta berbagai komponen masyarakat Bali.
Shortcut Singaraja-Mengwitani dapat memberi sejumlah manfaat, yakni mempersingkat waktu tempuh perjalanan semula 2,5 jam menjadi 1,5 jam; memberikan kenyamanan dan keamanan pengguna jalan; serta melancarkan transportasi pariwisata dan logistik; dan menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi Bali Selatan, Tengah, dan Utara.
Pembangunan infrastruktur strategis ini menjadi kebanggaan yang membahagiakan, diwariskan sepenuhnya kepada seluruh masyarakat Bali. Sebelum mengakhiri tugas sebagai Gubernur Bali, Pak Koster sempat meresmikan pembangunan shortcut Singaraja-Mengwitani titik 7D dan 7E, di Buleleng, ditandai dengan peletakan batu pertama atau groundbreaking, Agustus 2023 lalu dan telah selesai Juni 2024.
“Jadi rencananya terselesaikan sesuai target tahun 2024. Kehadiran shortcut memperlancar arus kendaraan dari Singaraja menuju Mengwitani, Badung. Kehadiran jalan tersebut juga akan berimbas positif bagi sektor pariwisata Bali, terutama di Bali Utara,” tutur Pak Koster seraya menyampaikan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kunjungannya yang telah meresmikan Shortcut Titik 7A, 7B, 7C, dan titik 8.
Cerita Pak Koster, dulu jalan dari Denpasar-Singaraja tikungannya tajam. Kontur jalan juga naik dan turun. Kalau (rem) blong, bisa masuk jurang, astungkara semuanya bisa rampung sesuai target, sehingga mengurangi kemacetsan dan kecelakaan lalu lintas.
Setelah pembangunan jalan pintas titik 7D dan 7E rampung, program pemerintah akan melanjutkan dan meneruskan pembangunan di titik 9 dan 10 pada 2025 dan bahkan sudah merancang titik 11 dan 12 yang diprediksi mulai dikerjakan pada 2025-2026 dan terakhir adalah titik 1-2 tahun 2026.
Jika ditotal hingga titik 12 diperkirakan menelan anggaran Rp 1,5 triliun. Dari total anggaran tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali untuk pembebasan lahan mencapai Rp 200 miliar lebih. Sementara, APBN yang dikeluarkan untuk pembangunan Shortcut sampai saat ini sudah lebih dari Rp 500 miliar.
“Ini tidak gampang, tetapi apa yang sudah diprogramkan mau tidak mau harus diwujudkan,” tegas Pak Koster seraya menambahkan apabila titik 8-10 tuntas, dia berjanji akan menyiapkan angkutan antar jemput dari Singaraja ke Denpasar.
Angkutan itu disiapkan Dinas Perhubungan Bali. Bahkan Kementerian Perhubungan sudah berjanji menghibahkan 20 unit bus listrik untuk mendukung transportasi tersebut. “Biar masyarakat Buleleng nanti tinggal di Buleleng saja. Karena pemukiman di Denpasar itu mahal, sulit cari tanah, harga tinggi, sewa pun tinggi. Lebih efisien kalau dia tinggal di Singaraja. Jadi bisa mengurus adat juga,” tuturnya.
Direktur Pembangunan Jalan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Wida Nurfaida, mengungkapkan pembangunan shortcut titik 7D dan 7E ini bertujuan mengurangi jumlah tikungan yang semula 50 menjadi 17 tikungan. Kata Wida, shortcut 7D dan 7E memiliki panjang 555 meter yang terdiri dari panjang jalan 400 meter dan jembatan 155 meter.
“Pembangunan jalan ini diharapkan dapat meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan,” ujarnya. Ia pun berbicara soal anggaran, jalan nasional Mengwitani-Singaraja menghubungkan Bali selatan dengan Bali utara dikatakannya menelan pembangunan mencapai Rp 89,09 miliar.
Adapun kontraktor penyedia jasa dalam pembangunan shortcut 7D dan 7E adalah PT Sinar Bali dan Agung KSO. Saat ini Masyarakat Bali sudah menikmati pembangunan jalan pintas yakni pada titik 3, 4, 5, 6, 7A, 7B, 7C, dan 8 dengan panjang 5,68 kilometer. Anggaran pembangunannya bersumber dari APBN senilai Rp 396,7 miliar selama tahun 2018-2022.
Akademisi Universitas Udayana yang membidangi transportasi Prof. Ir. Putu Alit Suthanaya, ST., M.EngSc., PhD menilai pembangunan shortcut di Kabupaten Buleleng bertujuan untuk mengurangi tanjakan dan tikungan di jalan. Di mana kemiringan jalan di jalur Singaraja-Denpasar itu hampir 27 derajat. Kemiringan ini sudah melebihi ambang batas di jalur perbukitan yang hanya 10 derajat. Ini sangat berbahaya, alternatif terbaiknya ialah memperpendek jarak tempuh dengan mengurangi jumlah tikungan.
“Program Shortcut ini adalah satu bukti nyata dalam upaya mengurangi kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. Sebagai masyarakat harus memberikan apresiasi terhadap program Pak Koster ini. Kita tunggu bersama sisa pembangunan titik-titk yang belum dituntaskan,” ujar Prof Suthanaya.
Harapan realisasi jalan pintas tersebut, juga datang dari sejumlah mahasiswa dalam kuliah umum Pak Koster bertajuk GEN-Z penerus masa depan Bali di 18 perguruan tinggi se-Bali. Mereka ramai-ramai mempertanyakan agar program Shortcut dapat dituntaskan pada periode kedua menadatang.
“Semoga segera terealisasi pembangunan Shortcut. Karena sangat membantu masyarakat Buleleng dan Bali pada umumnya,” kata Ida Ayu Ardini mahasiwa semester IV Program Studi Pariwisata Budaya Sekolah Tinggi Agama Negeri Mpu Kuturan Singaraja seraya memuji Pak Koster dengan ide-ide besar saat menjabat Gubernur Bali 2018-2023.
Ni Putu Aprilia Dewi, mahasiswi Prodi Pendidikan Guru, mengapresiasi paparan program Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Salah satunya kelanjutan proyek Shurtcut yang menelan biaya besar itu. “Kalau tuntas jalan pintas ini, sangat mempercepat perjalanan Singaraja-Denpasar dan sebaliknya. Dengan demikian, lengkap sudah kita di Bali, ada tol Bali Mandara, ada tol Jaga Kerthi dan ada pula Shortcut. Yang semuanya ini dipersembahkan untuk mensejahterakan semua orang yang mendiami Pulau Dewataini,” tutur Dewi.
Pak Koster adalah pemimpin visioner dan pemimpin transformasional yang telah membawa banyak perubahan positif untuk kemajuan pembangunan Bali selama lima tahun lalu. Berbagai gagasan dan ide yang dituangkan dalam visinya di awal tulisan di atas. Sebagai satu terobosan intelektual yang bertitik tolak dari warisan kearifan lokal masyarakat Bali yang menguatkan dan membumi peradaban Bali, selayaknya dan sepantasnya Krama Bali ikut menjaga dan mengawal, sehingga semua niat tulus Pak Koster mendapat restu secara sekala-niskala. Semoga!!
Penulis merupakan seorang akademisi/mantan wartawan.