DENPASAR (terasbalinews.com). Aliansi Masyarakat Bali menggelar aksi damai di Kantor DPRD Provinsi Bali, Renon, Denpasar, Selasa, (28/5/2024). Aksi tersebut digelar untuk memprotes rencana Revisi Undang-undang (UU) Penyiaran yang dinilai membunuh kebebasan pers.
Koordinator aksi, Ambros Boli Berani, menyebut dalam revisi UU Penyiaran ada beberapa pasal yang mengancam kebebasan pers.
Salah satunya, kata Ambros, adala Pasal 50 B ayat 2 huruf c yang terdapat dalam revisi UU Penyiaran, yang mana isinya mengatur tentang larangan penayangan berita investigasi dan liputan ekslusif.
“Liputan investigasi dan ekslusif itu menjadi mahkotanya jurnalis. Karena hasil liputan yang mendalam, membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama. Apalagi, tidak hanya siaran investigasi tapi ekslusif pun dilarang ya kita jadi macan ompong,” ujar Ambros.
Lebih lanjut, jurnalis kawakan tersebut mengatakan, pelarangan menayangkan liputan investigasi bertentangan dengan UU 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Saya tidak mengerti, yang katanya RUU harmonisasi ini dimasukkan pasal itu, (Pasal 50 B ayat 2 huruf c ), Ini kan mau dibahas oleh DPR tanggal 29 Mei mendatang.
“Kalau RUU Penyiaran ini disahkan bulan September maka selamat datang orde baru,” sambungnya.
Selain mengancam kebebasan pers, Ambros menyebut bahwa dalam perusuman UU tersebut sama sekali tidak melibatkan unsur pers di dalamnya.
Untuk diketahui, Aliansi Masyarakat Bali merupakan aliansi dari berbagai organisasi jurnalis, perusahaan media, dan mahasiswa, serta organisasi dan individu pro demokrasi di Bali.
Beberapa organisasi yang tergabung antara lain: Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bali, Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Bali, Frontier Bali, Front Mahasiswa Nasional (FMN) Denpasar.
Berikut poin tuntutan yang disampaikan Aliansi Masyarakat Bali:
1. Menolak RUU Penyiaran yang sedang dibahas DPR RI.
2. Menolak pasal-pasal yang anti-kemerdekaan pers, anti-demokrasi, anti-kebebasan berekspresi, anti-HAM.
3. Menolak monopoli kepemilikan lembaga penyiaran.
4. Mendesak Presiden Jokowi dan DPR RI meninjau ulang urgensi revisi UU Penyiaran atau tidak melanjutkan pembahasan RUU Penyiaran;
5. Menuntut Presiden Jokowi dan DPR RI melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna (meaningful participation) dalam pembentukan peraturan dan perundang-undangan, baik undang-undang baru/ pengganti maupun perubahan/ revisi undang-undang.
6. Menuntut Presiden Jokowi dan DPR RI melibatkan Dewan Pers, organisasi jurnalis, organisasi perusahaan media, dan kelompok masyarakat sipil yang memiliki perhatian khusus terhadap isu-isu yang beririsan dalam hal pers, demokrasi, dan HAM.
7. Menuntut Presiden Jokowi dan DPR RI menghapus pasal-pasal problematik yang berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi. (nan)