KLUNGKUNG – Nusa Penida, salah satu kawasan tiga Nusa yang ada di Kabupaten Klungkung memiliki potensi yang sangat luar biasa, baik itu pariwisatanya ataupun potensi lain yang bisa digali. Salah satunya sektor industri kreatif kerajinan tenun Cepuk Rang-Rang yang begitu kesohor, bahkan menjadi salah satu ikon Kabupaten Klungkung.
Terjaganya warisan budaya leluhur ini tidak terlepas dari peran masyarakat yang begitu antusias melestarikan tenun Cepuk Rang-Rang. Tak sedikit warga yang masih menggantungkan hidup dari sektor ini. Beberapa tahun lalu permintaan dari konsumen cukup banyak. Sampai kewalahan untuk memenuhi. Ciri khasnya yang menggunakan pewarna alami menjadi salah satu pemikat. Namun dalam beberapa waktu belakangan ini eksistensi tenun rang-rang perlahan mulai meredup. Penyebabnya tak diketahui secara pasti. Namun disinyalir kemungkinan karena adanya produk sejenis yang menggunakan pewarna kimia (industri), akibatnya permintaan akan produk ini semakin merosot. Bayangkan harga yang ditawarkan bisa lebih murah, hanya dengan merogoh kocek kisaran Rp 500 ribu masyarakat sudah mendapatkan per lembar.
“Kalau asli tenun Cepuk Rang-Rang harganya dikisaran Rp 1 sampai 1,5 juta, bahkan lebih,” ujar Ni Luh Kadek Dwi Yustiawati, Caleg DPRD Provinsi Bali nomor urut 3 dapil Klungkung, Senin (25/2/2019) sembari berujar dihadapkan kondisi demikian, produksinya pun terpaksa dikurangi, menyesuaikan dengan pesanan. Tidak seperti dulu, yang terus berlanjut.
“Belum lagi ditambah gempuran produk sejenis yang diklaim milik daerah lain dan dijual dengan harga murah, padahal produk yang asli tidak menggunakan bahan kimia, tapi menggunakan pewarna alami,” ucap wanita istri dari tokoh Nusa Penida, Ketut Leo ini.
Lantas ia berpendapat, peran masyarakat dalam melestarikan produk asli Nusa Penida sangat berperan penting, apalagi saat ini banyak ditemui tenunan sejenis yang sebenarnya asli tapi palsu alias aspal yang ditawarkan dengan harga lebih murah, dan pihak industri mengambil kesempatan ini untuk meraup keuntungan tanpa memikirkan keberlangsungan hidup para pengrajinnya.
“Miris sebenarnya kita kalau melihat kondisi yang ada. Padahal melalui kegiatan tenun di Nusa Penida bisa membangkitkan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal. Ini yang sebetulnya mesti dilestarikan, bukan hanya berorientasi materi semata,” tukasnya.
Namun demikian, kembali Kadek Dwi mengingatkan pemerintah seyogyanya semaksimal mungkin membantu melestarikan serta mengembangkan tenun Cepuk Rang-Rang melalui berbagai kegiatan seperti pameran, akses permodalan, ketersediaan bahan baku, akses pasar serta pendampingan.
“Ini menjadi penting lantaran keberadaan tenun Cepuk Rang-Rang sudah menjadi ikon Klungkung dan juga jadi daya tarik pariwisata Nusa Penida,” tutupnya. (Red)