DENPASAR (terasbalinews.com) – Sebuah pameran Seni Visual bertajuk “Prana”, akan digelar pada, 6-27 April 2024, di Titik Dua Art Space di Ubud. Pameran ini akan diresmikan oleh pemerhati kebudayaan Dr IB Raiwijaya Mantra, 6 April pukul 18.00 wita di ruang utama Titik Dua Art Space.
Lima orang perupa Bali yang terlibat dalam pameran adalah Wayan Redika, Wayan Handoko, Made Wiradana, Nyoman Sujana Kenyem dan Pande Wijaya Suta. Mereka masing-masing akan mempresentasikan karyanya yang terwujud berdasar pada keyakinan atas pengaruh kekuatan prana di saat proses cipta itu dilakukan. Kekuatan Prana dimaknai sebagai energi penciptaan yang akhirnya akan terpancar menjadi kekuatan visual dari karya masing-masing.
“Sesungguhnya Prana itu adalah piranti yang sangat pening dalam karya cipta”, ujar Wayan Redika, salah seorang perupa yang terlibat dalam pameran ini. Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuatan yang sifatnya psikis itu mengalir di antara rasa manusia, kemudian diolah di dalam karsa manusia sebagai narasi untuk diciptakan. Kelebihan manusia atas kemuliaan cipta,rasa dan karsa ini sesungguhnya memberi ruang yang luas bagi manusia untuk mengembangkan jati dirinya.
Pada pameran ini lanjut Redika, Prana dimaknai sebagai kemampuan para seniman untuk menghimpun kekuatan gagasan yang kemudian diolah secara individu di dalam intuisi dan berakhir pada bentuk-bentuk visual. Karena itu dalam penciptaan lintas entitas prana adalah kekuatan universal yang mendukung proses penciptaan, seingga hasil visualnya mengarah pada karakter masing-masing melalui kemampuan teknik yang juga sangat mempribadi.
Sebagaimana halnya dengan karya-karya yang dipamerkan, masing-masing seniman berupaya menyuguhkan bentuk visual yang selama ini telah diyakini mewakili jiwa dari senimannya. Seniman asal Denpasar, Made Wiradana misalnya masih berkutat pada kekuatan garis yang menimbulkan varian garis yang liar desertai sapuan spontan, sisipan warna kusam dan lelehan tak beratur. Pola penyatuan antara simbul kekaryaan inilah ia sebut sebagai pengaruh dari kekuatan prana yang ia miliki.
Begitu juga Nyoman Sujana “Kenyem”, olahan rasa dengan citra warna yang memikat senantiasa direduksi menjadi penanda karyanya yang mevisualkan keseimbangan semesta. Dalam karyanya kenyem sperti menaruh sebagian energi untuk mengolah artistiknya bertumpu pada pola dan warna yang berimbang.
Sementara dalam karya Wayan Redika, tampak jelas perwujudannya dikreasi melalui keiklasan, ketekunan dan kekuatan teknik yang telah ia capai dalam penggalian yang dilakukan selama berpuluh-puluh tahun. Perpaduan objek antara penggalan budaya Bali dan fenomena kekinian berhasil diramu, dimoderasi ke dalam ruang estetik yang saling harmoni. Mencermati karyanya berjudul “Vintagenic, 2023, Acrylic on Linen, 150x150cm” terbaca bahwa prana berfungsi dominan dalam merekayasa pikirannya untuk membangun keseimbangan di antara objek, garis, warna, dan teknik yang ia kuasai
Demikian pula perupa Wayan Handoko dan Pande Wijaya Suta, masing-masing muncul menjadi bagian yang tak terlepas dari kemampuan dirinya mengolah gagasan. Mereka paham celah waktu dalam memanfaatkan energi psikis untuk menuangkan skema pikirannya sebelum tersampaikan ke ruang publik.
Dalam sebuah karya, tentu banyak hal yang bisa dibahas berkaitan dengan pengaruh prana dalam penciptaan. Karena itu pameran ini menjadi penting untuk memperluas wawasan berkarya dan memperkaya sikap kita dalam mengapresiasi karya seni. Maka, datanglah pada waktunya. (*/nom)