BREAKING NEWS
PT. TERAS MEDIA SEJAHTERA (terasbalinews.com). AHU-0012026.AH.01.01.TAHUN 2023.

RSBM Akan Gelar Workshop Dokter Anastesi Bali-Nusra

banner 120x600
Foto –  Suasana tindakan operasi diawali pembiusan oleh dr. Iswahyudi Spesialis Anastesi. Dengan konsep Free Paint/ bebas nyeri di RSBM. (Ist)

 
 
DENPASAR – Sebagai Rumah Sakit Umum Daerah milik Pemprov Bali, RSBM (Rumah Sakit Bali Mandara) juga ikut terpanggil mensosialisasikan Visi Pemprov “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” ke semua lapisan masyarakat.
Terkait hal itu Selasa (30/7/2019) mendatang bertempat di Aula “Nangun Sat Kerthi Loka” RSBM, tercatat sekitar 60 orang dokter Anestesi yang tergabung dalam Perdatin Bali, Perdatin NTB, dan Perdatin NTT akan berkumpul untuk upgrading pengetahuan baru dalam Penanganan Nyeri, utamanya terkait Obat Opioid (narkotika) yang biasa digunakan untuk kepentingan medis.
“Kami dengan tangan terbuka, menyambut para dokter Anestesi tersebut di RSBM, untuk menjadi pilot dalam pengembangan Pain Free Hospital”, tukas dokter Bagus yang juga mantan Ketua IMI Bali, Minggu (28/7/2019). Hal tersebut diyakini akan makin memajukan “reformasi birokrasi” penanganan nyeri yang digagas di RSBM.
Dokter Bagus juga mengatakan telah berkoordinasi dengan Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO guru besar Unud dan juga dr. I Gede Budiarta, SpAn, KMN Ketua Perdatin Bali untuk kesiapan RSBM menjadi Venue acara tersebut tersebut.
“Apalagi pembicaranya kaliber internasional, ada Prof. Husni (Prof. Andi Husni Tanra, MD, PhD -red) dari Makassar selain dokter Putu (Dr. dr. Putu Pramana Suarjaya, KMN, KNA, M.Kes -red) dari Bali, pastinya acara Ilmiah ini sangat berguna untuk RSBM, dokter-dokter muda yang berminat, dan untuk masyarakat luas nantinya,” jelas dokter Bagus.
Diakui atau tidak, nyeri masih menjadi alasan tersering pasien mencari pertolongan medis. Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948 telah mendeklarasikan bahwa penanganan nyeri merupakan salah satu hak asasi manusia, menurut pasal 25. Untuk itu, nyeri telah diimplementasikan sebagai tanda vital kelima pada seluruh rumah sakit sejak tahun 1 dekade terakhir.
RSBM di bawah pimpinan Direktur dr. Bagus Darmayasa, M.Repro memiliki 7 orang dokter Anestesi dengan Kepala KSM dr. Iswahyudi, SpAn, merasa terpanggil untuk menginisiasi “reformasi birokrasi” penanganan nyeri pada pasien yang memerlukannya karena biasanya terjadi penundaan yang lama di unit gawat darurat hingga terapi nyeri mulai dikerjakan sesuai Visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” utamanya “Mewujudkan Kehidupan Krama Bali Yang Sejahtera dan Bahagia.
Penundaan tersebut biasanya menyangkut waktu untuk melakukan triase dan pemeriksaan pasien, dilanjutkan dengan instruksi, pengambilan, dan pemberian obat. Meskipun selama beberapa dekade terakhir telah banyak kemajuan menyangkut penelitian dan penanganan nyeri, akan tetapi nyeri masih sering dianggap remeh dan jarang ditangani, baik di dalam rumah sakit maupun dalam praktik klinis sehari-hari dalam komunitas medis.
Hal ini nampaknya disebabkan oleh tiga alasan utama yakni nyeri seringkali dianggap hal yang tak terhindarkan; dalam praktik medis, nyeri tidak dianggap sebagai suatu prioritas; dan yang terakhir, staf medis yang masih kurang pengetahuannya mengenai nyeri.
Oleh karenanya, pengetahuan mengenai prinsip nyeri, pemeriksaan, dokumentasi, dan penanganan, baik farmakologik maupun non farmakologik terhadap nyeri harus diikutsertakan dalam program pendidikan tenaga medis.
Pemberian obat dan prosedur analgetik yang aman untuk mengobati nyeri telah dilakukan selama beberapa dekade terakhir serta terus mengalami perkembangan dalam metodologi maupun obat-obatan yang diberikan. Acute pain services (pelayanan nyeri akut) pertama kali diperkenalkan di Jerman dan Amerika Serikat lebih dari dua dasawarsa lalu. Proyek pain-free hospital (rumah sakit bebas nyeri) juga dimulai di Jerman sejak belasan tahun lalu dan berkembang pesat di RS di Eropa. Sementara di Asia, terlebih di Indonesia, Pain free Hospital masih belum terlalu familiar.
Masalah utamanya adalah membantu penyusunan tim nyeri dan memberikan pelatihan bagi staf medis yang bersangkutan. Deklarasi Montreal pada International Pain Summit di tahun 2010 mendorong RS dan para klinisi untuk makin peduli terhadap Penanganan Nyeri. Di Indonesia sendiri, proyek pain-free hospital berkembang pesat dari Bali dan Makasar.(das)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *