BULELENG (terasbalinews.com) – Untuk menekan angka stunting dan memastikan tumbuh kembang anak berjalan optimal, Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui Dinas PPKBP3A terus memperkuat peran Posyandu di tingkat desa dan kelurahan sebagai lini terdepan pelayanan kesehatan keluarga.
Kepala DPPKBP3A, Nyoman Riang Pustaka, menegaskan pentingnya revitalisasi fungsi Posyandu dalam menangani stunting secara komprehensif. Dalam keterangannya pada Sabtu (21/6), ia menyampaikan bahwa Posyandu bukan hanya soal penimbangan balita, melainkan ruang intervensi awal yang menentukan kualitas masa depan anak.
“Kami melihat langsung bagaimana peran aktif para kader Posyandu di lapangan, terutama dalam mengawal tumbuh kembang anak. Ini bukan sekadar rutinitas penimbangan, tetapi menjadi upaya menyeluruh dalam mencegah stunting sejak dini,” kata Riang.
Posyandu kini tidak hanya melayani balita, tapi juga kelompok usia remaja dan lansia melalui layanan konseling. Namun, penanganan stunting tetap menjadi prioritas, dengan anak usia di bawah lima tahun sebagai sasaran utama. Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari kader-kader terlatih bertugas untuk melacak anak-anak yang tidak hadir dalam dua kali kegiatan Posyandu berturut-turut, guna melakukan kunjungan rumah.
“Jika selama dua bulan berturut-turut anak tidak datang ke Posyandu, kader akan melakukan kunjungan ke rumah. Ini bentuk intervensi cepat agar anak tetap terpantau kesehatannya. Ini bukan hanya tugas, tapi wujud komitmen bersama,” jelasnya.
Pemeriksaan balita di Posyandu dilakukan secara lengkap, mulai dari berat badan, tinggi badan, hingga lingkar kepala, semuanya mengikuti standar nasional. Imunisasi juga diberikan dalam sesi yang terintegrasi dengan petugas Puskesmas.
Selain itu, Riang menyebut bahwa sejumlah desa telah melaksanakan pelatihan rutin bagi kader Posyandu. Materi pelatihan mencakup pengetahuan stunting, gizi seimbang, pengasuhan anak, hingga pencatatan data.
“Kami memberikan edukasi tentang stunting, gizi seimbang, pola pengasuhan yang sehat, dan pencatatan laporan. Ini penting agar kader tidak hanya bekerja, tapi juga memahami filosofi dan dampak besar dari peran mereka,” ujarnya.
Menariknya, Riang juga menyoroti kurangnya peran ayah dalam pengasuhan anak. Ia menyebut Posyandu selama ini didominasi oleh kehadiran ibu. “Di Posyandu, hampir semua yang datang adalah ibu-ibu. Padahal, peran ayah sangat penting. Kita sering membicarakan stunting secara fisik, tetapi jarang membahas stunting secara emosional,” tegasnya. Ketidakhadiran figur ayah dalam proses tumbuh kembang anak, lanjutnya, dapat melemahkan pondasi emosional anak di masa depan.
Untuk menjangkau masyarakat secara luas, pihaknya menggunakan pendekatan yang kreatif dan berbasis budaya lokal. Melalui media sosial, tokoh hiburan, hingga seni bondres yang menyisipkan pesan edukatif, DPPKBP3A mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pola makan dan gizi anak.
“Kami turun langsung ke kampung-kampung keluarga berkualitas. Melalui pertunjukan dan dialog, kami ingin agar pesan tentang pentingnya gizi, kesehatan, dan peran keluarga tersampaikan secara menyenangkan dan mudah dicerna,” terang Riang.
Sosialisasi pun menyasar kelompok yang tersegmentasi di sembilan balai keluarga, mulai dari remaja, calon pengantin, ibu hamil, hingga lansia. Dalam proses edukasi itu, ditemukan bahwa masih banyak keluarga belum memahami pemberian MPASI yang benar.
“Ini kelihatannya sepele, tapi dampaknya luar biasa. Kesalahan pola makan di usia dini bisa menyebabkan penyakit kronis di usia 40-an, seperti diabetes, hipertensi, hingga kanker,” tandas Riang.
Mengakhiri keterangannya, ia mengajak seluruh masyarakat, khususnya para ayah, untuk hadir dan aktif di Posyandu. “Ayo datang ke Posyandu. Jangan tunggu anak sakit baru diperiksa. Posyandu adalah ruang kita bersama untuk memastikan anak-anak tumbuh sehat, cerdas, dan bahagia. Ini bukan hanya tentang berat badan dan tinggi badan, tapi tentang masa depan generasi kita,” tutupnya. Ndra