BREAKING NEWS
PT. TERAS MEDIA SEJAHTERA (terasbalinews.com). AHU-0012026.AH.01.01.TAHUN 2023.
Pasang iklan disini ( 970x250 pixel )
WhatsApp +62 819-3301-0005

Pengelolaan Sampah Dinilai Gagal, Pemkab Buleleng Didorong Bertanggung Jawab

GPS memberikan keterangan pers usai sidang dipiring yang ditunda PN Singaraja, Rabu (2/7/2025). (foto/ist).
banner 120x600
Pasang iklan disini ( 468x60 pixel )
WhatsApp +62 819-3301-0005

BULELENG (terasbalinews.com) – Polemik pengelolaan sampah di Kabupaten Buleleng kembali mencuat setelah I Wayan Sudiarjana, pemilik tempat pembuangan akhir (TPA) non-resmi di Desa Pangkungparuk, Kecamatan Seririt, diseret ke ranah hukum. Ia dijerat pasal tindak pidana ringan (tipiring) oleh Satpol PP usai ditemukan melakukan aktivitas pembuangan sampah secara open dumping.

Namun, dalam sidang yang sedianya digelar pada Rabu (2/7/2025), Pengadilan Negeri (PN) Singaraja mengembalikan berkas perkara dengan alasan belum lengkap. Keputusan tersebut menuai sorotan dari kuasa hukum Sudiarjana, Gede Pasek Suardika (GPS), yang menilai perkara ini lemah secara hukum.
“Penundaan sidang mengindikasikan kasus TPA ilegal ini tidak layak untuk disidangkan. Itu juga menjadi indikasi memang kasus ini lemah,” ujar GPS usai mendampingi kliennya.

GPS bahkan mengklaim bahwa TPA milik Sudiarjana telah menjadi lokasi pembuangan bagi 19 desa di empat kecamatan, dan ironi terjadi ketika kendaraan operasional pemerintah juga turut membuang sampah di sana.
“Yang buang sampah itu plat merah. Saya ulang, yang buang sampah itu plat merah,” tegasnya.

Menurutnya, jika hukum ditegakkan secara adil, seharusnya bukan hanya pemilik lahan yang disasar, melainkan juga semua pihak yang berkontribusi terhadap penumpukan sampah di lokasi tersebut.
“Warga negara jangan diginikan karena itu tidak baik untuk penegakan hukum. Kalau memang mau dipidanakan, semua mobil-mobil plat merah itu disita,” kata GPS dengan nada kesal.

Ia juga menegaskan bahwa kliennya memang memungut biaya dari pengelolaan sampah di lokasi tersebut, namun itu dianggap wajar karena pengelolaan TPA memerlukan alat berat dan biaya operasional lainnya.
“Dia memerlukan ekskavator, penataan, dan sebagainya. Duitnya dari siapa? Masa yang punya tanah harus keluar? Pemerintah harus hadir dong,” sorot GPS.

Ia kemudian mempertanyakan anggaran besar yang digelontorkan Pemkab Buleleng untuk pengelolaan sampah dan mempertanyakan transparansinya.
“Kenapa harus tanah warga yang dipakai? Kok jadi warganya yang salah, pemerintahnya gagal? Kan gitu, jangan dibalik,” sindirnya.

Sebagai solusi, GPS menyarankan agar penanganan kasus ini diselesaikan melalui mekanisme restorative justice dan pemerintah lebih serius dalam menyiapkan lahan dan sistem pengelolaan sampah yang layak.
“Saran saya agar kasus TPA ilegal ini diselesaikan dengan restorative justice, carikan jalan tengah, selesai sudah,” tutup GPS. Ndra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *