Salah satu contoh, di Tasikmalaya, Jawa Barat, ada seorang anak berusia 11 tahun dipaksa teman-temannya untuk memperkosa seekor kucing.”Sampai akhirnya anak ini menjadi depresi berat dan malu sehingga meninggal dunia,” ungkap Ipung mencontohkan.
Contoh kasus di atas, kata Ipung dikarenakan orang tua sebagai benteng pertama dalam melindungi anak-anaknya sudah rapuh karena kurangnya pengawasan dalam semua hal, termasuk pengawasan dalam penggunaan smartphone tadi.
Hal lain yang yang menjadi andil meningkatnya kejahatan dan kekerasan terhadap anak karena kurangnya empati atau keperdulian masyarakat atau orang terhadap anak yang bukan anaknya atau bukan saudaranya.
Baca Juga :Propam Klarifikasi Pengaduan Ayu PD Terkait Laporannya di Polresta
Baca Juga :Kasusnya Lamban Ditangani, Pengacara Ipung Adukan Penyidik RPK Polda ke Propam
Baca Juga :Vonis Hakim Dianggap Cacat Hukum, Ipung Ajukan Kasasi dan Melapor ke Bawas
“Misalnya, ada kejahatan seksual terhadap anak, kadang walau orang lain melihat, tapi karena itu bukan anaknya atau bukan kerabatnya orang itu cuek dan cenderung masa bodoh. Nah, hal semacam ini seharusnya tidak boleh terjadi,” jelas Ipung dengan nada kecewa.
Atas hal ini, Ipung mengajak semua orang, untuk berfikir lebih jernih dan menganggap bahwa semua anak adalah anak “saya” dan semua anak Indonesia adalah anak “saya”yang wajib dijaga.”Karena pada hakekatnya, semua anak yang ada di Indonesia adalah anak Indonesia yang harus dijaga demi masa depan bangsa,” tegasnya.