DENPASAR – Remang-remangnya penanganan kasus dugaan korupsi yang terjadi di Yayasan Ma’ruf pasca dinyatakan berkas lengkap (P-21) dan dilimpahkan oleh penyidik Polresta Denpasar ke Kejaksan Negeri (Kejari) Denpasar membuat sebagian pihak bertanya-tanya.
Untuk mengihidari kesan bahwa Kejari Denpasar “bermain” dalam perkara ini, Ombudsmen Republik Indinesia (ORI) Perwakilan Bali mendesak agar Kejari Denpasar segera melimpahkan perkara ini ke pengadilan kurupsi.
“Kalau sudah tidak ada masalah lagi, kami mendorong agar Kejari Denpasar secepatnya melimpahkan kasusnya ke pengadilan. Ini untuk menghindari dugaan adanya permainan yang dilakukan oleh Kejari Denpasar, ” kata
Ketua ORI Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhattab, Senin (13/5/2019).
Selain itu, Umar juga berpesan kepada Kejari Denpasar untuk lebih transparan lagi dalam menangani perkara ini. Artinya,
kenapa sampai lama kasus ini belum juga disidangkan, harusnya ada penjelasan.
Bagaimana kalau ternyata kasus ini dihentikan penuntutannya oleh Kejari? Tentang ini Umar mengatakan Kejari harusnya membari tahukan kepada publik melalui media.
“Intinya apapun perkembangannya Kejaksaan harus memperjelas posisi kasusnya, ” tandasnya. Saat ditanya apakah ORI Bali memiliki kewenangan untuk memanggil pihak Kejaksaan guna mencari tahu perkembangan kasus ini? Umar menjawab ORI tidak memiliki kewenangan sejauh itu.
Namun dikatakan Umar, pihaknya bisa saja memanggil Kejaksaan, namun harus terlebih dahulu ada laporan dari pihak terkait yang melaporkan adanya dugaan prosedur yang dilanggar oleh jaksa.
“Kalau ada yang melapor bahwa ada dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh jaksa, maka kita bisa melakukan pemanggilan dengan maksud untuk klarifikasi,” jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pihak kepolisian telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus yang merugikan negara senilai Rp. 200 juta. Ketiga tersangka itu adalah Muhamad Saifudin, Supeni Mayangsari alias Bu Jero dan H Miftah Aulawi Noor.
Ketiga tersangka ini sebelumnya ditangkap Satreskrim Polresta Denpasar dalam kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kegiatan perjalanan ziarah ke Wali Songo dan pengadaan pakaian seragam pada APBD Perubahan TA 2016.
Setelah bantuan dana hibah cair sejak 30 Desember 2016 lalu, H Miftah Aulawi Noor tidak dapat mempertanggungjawabkanya, bahkan mengeluarkan nota dan kwitansi fiktif. Namun seolah kasus ini tenggelam setelah dilimpahkan penyidik Satreskrim Polresta Denpasar, Kamis (6/9/2018) ke Kajari Denpasar.(zar)