DENPASAR (terasbalinews.com). Digitalisasi pasar rakyat menjadi salah satu inovasi dan prioritas yang digulirkan Kementerian Perdagangan Kemendag) RI agar sektor perdagangan tetap bergairah. Kementerian Perdagangan mendukung terciptanya digitalisasi pasar rakyat guna menjawab kebutuhan masyarakat di era ini, terlebih setelah adanya pandemi Covid-19.
Sejalan dengan apa yang dicanangkan Kemendag RI, Anggota DPR RI Komisi XI I Gusti Agung Rai Wirajaya, SE., MM., bersama Bank Indonesia yang hadir bersama Deputi Kepala BI Bali Agus Sistyo Widjajati, Direktur Utama (Dirut) Perumda Pasar Sewakadarma Kota Denpasar Ida Bagus Kompyang Wiranata, S.E., serta akademisi bidang hukum Dr. Dewi Bunga, S.H., M.H.,CLA., serta tokoh perempuan muda milenial Denpasar yang juga pengurus Yayasan Agung Rahayu Wirabumi Anak Agung Istri Paramita Dewi, S.M., di Focus Group Discussion (FGD) Digitalisasi Pasar Tradisional Modern di Kota Denpasar, Jumat (6/10/2023) di Denpasar, berupaya menyerap aspirasi para pengelola pasar yang ada di seputaran Kota Denpasar.
Menurut politisi senior PDI Perjuangan ini, kegiatan ini tak lain untuk memberikan pemahaman terhadap masyarakat pentingnya literasi digital salah satunya melalui penggunaan Quick Respons Indonesia Standart (QRIS) dalam transaksi.
“Kami di DPR RI ingin memotret potensi-potensi pasar rakyat terutama yang dikelola Kota Denpasar yang bisa dikembangkan kedepannya,” ucap Agung Rai Wirajaya (ARW).
Agung Rai Wirajaya dalam kesempatan ini tak memungkiri jika masih didapati masyarakat, khususnya lanjut usia yang masih menggunakan uang tunai dalam bertransaksi. Namun demikian seiring dengan berjalannya waktu, hal ini pasti akan bergeser.
Tidak hanya itu, Agung Rai Wirajaya bersama BI Bali juga terus mendorong dan mendukung upaya penguatan digitalisasi pada pasar tradisional atau pasar rakyat di seluruh Bali untuk meningkatkan omzet penjualan para pedagang atau pelaku UMKM di pasar rakyat dan mencegah “kepunahan pasar rakyat” di tengah gempuran digitalisasi, e-commerce dan jualan online di media sosial.
“Bersama BI kita dukung terus pengembangan UMKM dan juga pasar tradisional agar tetap eksis,” katanya, seraya berujar, melalui implementasi digitalisasi pasar, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), khususnya pedagang di pasar rakyat dapat melakukan transaksi minim kontak secara aman, nyaman dan praktis.
“Pasar rakyat sebagai salah satu pusat pergerakan ekonomi masyarakat, diharapkan terus menjalankan kegiatan dengan menjalankan protokol kesehatan secara patuh, termasuk dalam melakukan transaksi,” pungkasnya.
Sementara itu Deputi Kepala Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali Agus Sistyo Widjajati mengungkapkan tema yang diangkat yakni “Digitalisasi Pasar Tradisional Modern di Kota Denpasar” dalam FGD ini sangat relevan dengan kondisi saat ini. “Pemerintah stop TikTok Shop, karena pasar tradisional yang dibangun pemerintah mulai sepi, ditinggalkan pelanggan dan menyalahkan media sosial sebagai salah satu faktor penyebab pasar-pasar yang dulunya ramai sekarang menjadi saat sepi,” ujarnya.
Dia lantas mengatakan pertumbuhan ekonomi Bali sudah berangsur pulih, ke level mendekati tahun 2019. Artinya perputaran ekonomi sudah mulai nyata ada di Bali. Saat ini Bali sudah mengalami kemacetan di berbagai titik. Sayangnya yang sepi di pasar-pasar tradisional karena kunjungan mulai berkurang.
“Kita sebagai pelaku di pasar tradisional harus mulai mencari solusi bagaimana pertubuhan ekonomi juga dirasakan sampai masyarakat terbawah. Jangan sampai pertumbuhan ekonomi hanya jadi catatan statistik tapi tidak menyentuh masyarakat bawah yang tercermin dari pelaku pasar tradisional. Jangan sampai kita jadi penonton. Banyak investor masuk tapi mereka menjadi terpinggirkan,” ungkapnya.
Lantas timbul pertanyaan, sampai kapan pasar rakyat akan bertahan di tengah gempuran pasar modern?
Menurut Direktur Utama (Dirut) Perumda Pasar Sewakadarma Kota Denpasar Ida Bagus Kompyang Wiranata, S.E., atau kerap disapa Gus Kowi, pihaknya mencari terobosan dengan menerapkan pasar tematik dalam menarik masyarakat untuk datang ke pasar, selain juga menerapkan proses digitalisasi dalam transaksi termasuk juga terlibat dalam penjualan online (ECommerce, red).
“Di Perumda Pasar selama tahun 2023 hampir ada 200 potensi kosong, karena ada minimarket berjejaring, warung-warung kecil, digempur jualan online, marak pasar tumpah di sebelah pasar. Kita tidak bisa langsung antisipasi karena terbentur aturan,” ujar Kompyang Wiranata lebih lanjut.
Pihaknya juga mengakui digitalisasi pasar rakyat ini mau tidak mau harus dilakukan namun diakui juga masih ada kegamangan apa yang harus dilakukan, apa yang harus dipersiapkan terkait teknologi. Belum lagi persoalan belum siapnya semua SDM pengelola pasar maupun pedagang hingga tentu tidak mudah melakukan perubahan mindset.
“Digitalisasi ini haruskan kita cepat atau lambat harus ikut beradaptasi, karena akan terus berjalan tidak bisa dibendung. Walaupun ada kebijakan pemerintah seperti melarang TikTok Shop tapi akan muncul media lainnya,” katanya.
Akademisi bidang hukum Dr. Dewi Bunga, S.H., M.H.,CLA., menyampaikan materi “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Pasar” dan menekankan upaya mencegah persoalan hukum, mencegah para pedagang maupun pengelola pasar menjadi korban penipuan yang memanfaatkan teknologi digital.
“Ada kebijakan revitalisasi pasar hingga juga digitalisasi pasar supaya bisa meningkatkan omzet pedagang pasar tapi aspek persoalan hukum yang bisa terjadi juga perlu kita antisipasi,” kata Dewi Bunga.
FGD ini diisi diskusi hangat dengan para peserta yang juga antusias menyampaikan persoalan dan kendala yang dihadapi dalam upaya digitalitasi pasar tradisional atau pasar rakyat. (yak)